Mengenali Neuro Linguistic Programming (NLP)



Ada banyak defenisi mengenai Neuro linguistic Programming  atau yang disingkat atau yang disingkat dengan NLP. Beberapa ahli pun telah memaknai NLP dengan bermacam arti, merujuk pada latar belakang, cara kerja, hingga peranannya. John Grinder, misalnya, salah satu penggagas NLP mengartikan NLP sebagai sebuah strategi belajar. Bukan sekedar strategi belajar biasa, Grinder memaknainya sebagai strategi belajar yang dipercepat (accelerate learning strategy). Strategi ini digunakan untuk "mendeteksi dan memanfaatkan pola-pola yang ada didunia" ujurnya.

Rekan seperguruan Grinder yang juga menjadi pelopor NLP, Ricard Bandler, memaknai NLP sebagai sebuah sikap mental dan metologi. Hampir mirip dengan yang diungkapkan Grinder, menurut Bandler metodologi dalam NLP berfungsi untuk menjalankan segala teknik yang cepat dan tepat guna atau sering dibahasakan dengan kata "efektif". Tuturnya "NLP adalah sebuat sikap mental dan metodologi yang ada di balik segenap teknik yang efektif".

Lain dua tokoh tersebut, lain pula dengan robert Dilts. Terapis yang sangat produktif menghasilkan karya modeling NLP ini berani memaknai NLP dengan lebih sederhana, namun tetap mengena. Menurutnya, "NLP adalah apapun yang bisa menghadirkan kesuksesan". Defenisi yang terakhir ini tentu membuat NLP nampak begitu menggiurkan dan menjanjikan, yang sedikit banyak mampu memantik orang untuk menilik sekali lagi apa itu NLP.

" Benarkah apa yang dijanjikan Dilts? Bagaimana bisa NLP mampu membawa hadiah berharga berupa kesuksesan?. Jika memang benar, apa sich sebenarnya NLP itu ?. " Mungkin tiga pertanyaan itulah yang sekilas akan muncul dalam benak banyak orang ketika pertama kali mendengar pernyataan Dilts. Tentu saja, Kita juga berharap bahwa kesuksesan yang dimaksud Dilts tidaklah terbatas pada sukses karier, melainkan sukses dalam arti luas melingkupi sukses dalam ranah keluarga, sosial, juga karier. Sebab, kita mengakui bahwa setiap manusia juga memimpikan sebuah kehidupan yang sejahtera dan bahagia. Setiap manusia juga memimpikan sebuah bangunan keluarga damai, hubungan sosial yang harmonis serta perjalanan karier yang gemilang.

Apakah harapan yang diberikan Dilts benar-benar bisa diwujudkan?

Berorientasi pada PERUBAHAN.

Teddy prasetya yliawan, pendiri Indonesia NLP Society dalam bukunya Neuro Linguistic Programming. The Art of Enjoying Lifw (2010) menjelaskan bahwa NLP berkutat pada perubahan. Menurutnya, jika dirunut dari akar bahasanya - Neuro Linguistic Programming - Perubahan tersebut dapat kita lakukan dengan cara melakukan "intervensi" atau "programming" terhadap program yang sudah ada di dalam pikiran kita (neuron) dengan menggunakan media bahasa (linguistic).

Yuliawan sengaja menggunakan kata "intervensi" dengan alasan bahwa NLP berasumsi setiap manusia sebenarnya telah memiliki program dalam diri masing-masing. Program itu bisa didapatkan dari keturunan (faktor genetik) ataupun proses belajar selama hidup. Nah, " aktivitas NLP dalam hal ini adalah menyesuaikan atau mengubah program tersebut sehingga menjadikan sang empunya lebih efektif sebagai individu ", tulis Yuliawan.

Sejalan dengan Yuliawan, Totok PDy, Co-Founder dari Neo NLP Society yang juga seorang master trainer di pelatihan tersebut dalam bukunya berjudul Buku Saku NLP: Neuro Linguistic Programming  (2013: 39) sepakat bahwa inti dari NLP adalah perubahan. Hanya sajaPDy menegaskan bahwa bukannya hadir untuk mengubah kehidupan kita, NLP hanya berperan sebagai tameng kita dalam menghadapi bermacam perubahan yang ada dan pasti dialami manusia.

Sebab meskipun kita sudah tahu bahwa perubahan merupakan sebuah kepastian, kita masih saja sering gagap menghadapinya. Inilah mengapa, menurut PDy, kita harus membekali diri dengan tameng supaya tidak gagap menghadapi segala perubahan kondiri yang tidak kita inginkan. "Menariknya adalah meski fenomena perubahan kehidupan ini sudah cukup sering mewarnai kehidupan kita, namun kita seringkali dibuat puyeng jika dihadapkan oleh perubahan perilaku seperti yang kita inginkan," tulis PDy.

Namun demikian, perlu diingat bahwa NLP hanya bisa membantu kita menciptakan perubahan efektif jika kita meyakini betul bahwa sebenarnya diri kita sendiri yang berperan sebagai pengontrol segala kondisi yang kita miliki. Perubahan tidak diciptakan oleh seorang terapis atau praktisi, melainkan oleh kita atau klien sendiri. Dengan kata lain, setiap perubahan yang terjadi merupakan buah dari usaha kita sendiri. Dengan kata lain setiap perubahan yang terjadi merupakann buah dari usaha si klien.

Tanpa keyakinan tersebut, perubahan sekecil apapun mustahil dapat diciptakan. Sebagaimana dinyatakan oleh Wiwoho, pendiri IndoNLP dalam Understanding NLP dan NLP in Action, ia menggaris bawahi bahwa "sebenarnya tugas seorang praktisi NLP adalah menemukan apa yang menyebabkan seseorang terbelenggu dalam batasan-batasannya sendiri dan membantu membuka belenggunya, mungkin satu persatu atau adakalanya sekaligus, dengan partisipasi aktif dan kreatif dari orang tersebut".

Erickson (dalam wiwoho, 2008) juga meyakini pernyataan serupa. Segala perubahan yang dicapai si klien tak lain merupakan buah dari usaha si klien itu sendiri. " Erickson juga memiliki keyakinan bahwa bila kliennya dapat melakukan perubahan, kredit poinnya seharusnya diberikan kepada kliennya. Peran terapis hanya membantu mengarahkan pada kondisi yang tepat, dan dari situ klien dapat mempelajari sesuatu, dan melakukan perubahan. Setiap perubahan yang terjadi adalah upaya si klien sendiri.

Dalam praktiknya, terapis NLP akan menganalisa setiap kata dan frase yang kita gunakan dalam menjelaskan gejala-gejala kita atau kekhwatiran tentang kondisi yang kita alami. Terapis akan memeriksa ekspresi wajah dan gerakan tubuh kliennya. Setelah menentukan masalah dalam persepsi klien, terapis akan membantu kliennya memahami akar pernyabab masalah dan membantu kliennya merombak pikiran dan asosiasi mental untuk memperbaiki praduga kliennya. Praduga ini juga bisa menjaga kliennya mencapai keberhasilan yang selayaknya.

Dalam upaya mencapai perubahan yang diinginkan, pikiran menjadi fokus utama dalam kajian NLP. Mengapa demikian?. Sebab NLP mempunyai asumsi bahwa proses fisiologis dan emosi merupakan satu kesatuan yang saling mempengaruhi. Dan, pikiranlah yang menjadi pusat sistem kerja tubuh dan perasaan tersebut. Sebagaimana ditulis lebih lanjut oleh yuliawan,  " Kita memang bisa mengubah kondisi emosi dengan melakukan gerakan tubuh (fisiologis) sesuai keinginan kita, namun jika pikiran belum mau tunduk, maka hampir pasti perubahan tersebut tidak akan bertahan lama".

Sementara itu, untuk mencapai perubahan yang diinginkan, bahasalah yang menjadi media paling dominan. Dalam NLP, bahasa atau kata-kata mempunyai makna istimewa dalam upaya mencapai perubahan kondisi seseorang. Alasannya, ada hubungan istimewa, hubungan yang amat erat antara saraf dengan bahasa atau kata-kata. Setiap kata yang diserap otak akan memunculkan respon pada saraf. Kecuali kata tersebut merupakan kata baru atau asing bagi sipendengar.

Karena hubungan yang tak terpisahkan ini pula, menurut yuliawan, menjadi salah satu alasan mengapa Neuro Linguistik tidak di tulis secara terpisah. Neuro-Linguistic disambungkan dengan tanda hubung (-) yang juga mencerminkan keeratan hubungan keduanya yang tak terpisahkan.


Dirunut dari pembentukan katanya, NLP terdiri dari tiga kata yaitu, Neuro , Linguistik , dan Programming. Pengambilan ketiga istilah ini tidak diambil secara asal, melainkan mencerminkan atau merangkul ketiga elemen yang terlibat dalam membentuk perubahan efektif yang diinginkan oleh setiap individu. NLP mendasarkan teknik-tekniknya pada fakta bahwa saraf memegang peran sentral bagi seorang dalam menyerap pengalaman. Saraf dan berikutnya otak memaknai pengalaman yang kita serap dan menggerakkan tubuh sesuai makna atas pengalaman itu. Dengan kata lain, otak dan saraflah yang sesungguhnya mengalami sesuatu. Itulah yang mendasari pemilihan kata Neuro.

Dengan Linguistic, NLP menunjukkan bahwa neuro atau saraf dapat dipengaruhi oleh bahasa atau kata-kata dalam menafsirkan suatu pengalaman. Kata tertentu dapat mempengaruhi otak agar memberi makna tertentu terhadap suatu pengalaman. Sebaliknya, otak akan memberikan makna yang berbeda atas pengalaman yang sama jika di rangsang dengan kata yang berbeda pula.

Adapun pemilihan kata programming bermula dari keyakinan bahwa dalam diri manusia, kita telah mempunyai banyak simpanan program. Bentuk dari program-program ini mewujud berupa perilaku, kemampuan, keyakinan, nilai-nilai dan lain-lain. Layaknya program-program yang ada dalam komputer, program-program yang ada dalam diri kita pun bisa di-install, unistall, recode, dan bahkan reinstall. Misalnya saja, ketika kita memiliki informasi yang sudah usang, kita bisa langsung meng-update pikiran kita dengan informasi yang baru. Kita bisa langsung menginstal ulang kemampuan kita dengan kemampuan baru yang kita inginkan dan kita butuhkan.

Dengan programming, NLP memberi kesempatan kepada kita untuk mengambil kendali atas cara kerja otak dan saraf dalam menafsirkan pengalaman melalui pengaturan rangsang bahasa atau kata-kata. Itulah mengapa, programming menjadikan kita sebagai tuan atas diri kita sendiri. Kita tahu apa yang kita butuhkan dan kita inginkan, kemudian dengan sendiri kita akan memenuhi kebutuhan tersebut. Kita pun bisa mengubah berbagai perilaku, kemampuan, keyakinan, nilai-nilai dan lainnya sesuai dengan yang kita butuhkan. Itulah yang menjadi salah satu yang menjadi ajaran utama dari NLP. " Dengan kata lain, berbagai perilaku, kemampuan, keyakinan, nilai-nilai dan lainnya yang kita miliki bisa kita ubah sesuai dengan manfaat yang diberikan kepada kita, " tulis yuliawan lebih lanjut.

Hal itu senada dengan apa yang dinyatakan Bandler bahwa otak kita tidak didesain untuk memperoleh sesuatu, namun bisa menunjukkan kita ke jalan yang kita inginkan. Semua perilaku atau kondisi yang kita punya dikendalikan oleh otak. Nah, apabila kita tahu cara kerja otak, kitapun bisa dengan mudah merancang arah yang kita tuju. Sebaliknya, jika kita tidak tahu cara kerja otak, maka ia akan seperti benda asing di dalam diri kita. Di sinilah peranan NLP berkiprah. NLP berusaha membebaskan otak kita, membantu supaya semua "data" yang ada di otak bisa terorganisis dengan baik. " Brains aren't designed to get result; they go in direnctions. If you know how the brain works you can set your own direction. If you don't, then someone else will".



NLP Memprogram pikiran agara seseorang berkembang dan Sukses


Dari uraian mengenai NeuroLinguistic, dan programming, mungkin kita sudah bisa menarik makna dari NLP secara garis besar bahwa neuro mengacu pada peran sel-sel saraf otak dan fungsinya dalam menerima stimulus berupa informasi dari luar. Linguistic, terkait dengan peran bahasa sebagai media utama komunikasi dengan diri sendiri (intra-comunication) dan orang lain atau (inter-communication). Sedangkan Programming menyangkut soal perilaku yang terpola.

Jika demikian, apabila bahasa merupakan media yang berguna untuk mengontruksi pengetahuan atau informasi dan pengembangan diri, maka NLP - berikut peran bahasa - bisa dimaknai sebagai seperangkat alat untuk mengonstruksi atau memprogram pikiran agar seseorang bisa berkembang dan sukses.

Sampai disini, sudahkah kita bisa menemukan sedikit harapan yang diberikan oleh Dilts?


Sumber : 













Komentar